Wanita setengah baya itu pantang mengeluh. Ia tegar bertahan, dari gempuran ujian yang datang silih berganti. Nurhayati (48), sosok ibu yang tangguh itu, bercocok tanam di lahan sempit di belakang rumahnya. Sekadar untuk menanam batang singkong yang dipetik daunnya, kangkung, juga bayam, cukup untuk dikonsumsi sendiri. Atau dijual jika hasilnya berlebih. Tetangga juga boleh minta, secara cuma-cuma.
Derita Nurhayati bermula, sejak suaminya menderita paru-paru. Selama empat tahun, sang suami tak mampu bekerja mencari nafkah sebagai kuli bangunan. Praktis, ia tampil menjadi tulang punggung keluarga untuk menghidupi suami dan lima anaknya. Meski menderita sakit, cinta Nurhayati pada suami tak pupus. Hingga akhirnya, suami yang ia cintai itu meninggal pada 2003.
Dua bulan berselang, anak sulungnya yang sudah menikah meninggal dunia. batin Nurhayati makin teriris, tatkala almarhum anak lelakinya itu, menitipkan seorang anak bayi yang harus ia urus. Konon, menantu perempuannya, menikah lagi tanpa mau membawa anak kandungnya.
Kini, Nurhayati menghidupi empat anak dan satu cucu. Tugas yang berat, untuk seorang wanita yang bekerja serabutan. Kesabaran Nurhayati terus diuji, saat empat bulan lalu, anak bungsunya menderita sakit panas. Nurmela Sari (14), gadis itu, yang baru duduk di kelas tiga SMP. Ketiadaan biaya, memaksa Nurhayati merawat sendiri putrinya yang panas tinggi.
Satu pekan di pembaringan, mendadak, Mela, demikian anak itu dipanggil, tak mampu menggerakkan badannya. Nurhayati pun terpukul hebat, setelah mengetahui Mela ternyata lumpuh. Seiring hari, tubuh Mela kian kurus kering. Nurhayati sempat membawa anaknya itu ke RS Ciawi. Hanya beberapa hari, kemudian ia membawa pulang Mela, dengan hati tercabik-cabik. Ia tak punya biaya lagi, jika Mela harus dirawat intensif di rumah sakit.
Kini, hari-hari Mela dirawat sang bunda seperti bayi lagi. Ia disuapi, digendong, dan dibopong ke kamar mandi jika mau dimandikan. Kadang, saking letihnya, Nurhayati hanya mengelap Mela dengan air hangat, agar wajahnya sumringah.
Di rumahnya yang sederhana, tanpa dipan tempat tidur dan meja tamu, Nurhayati menjalani ujian berat ini. Ia tinggal di kampung Jampang, Gg. Masjid, RT.03/06, Jampang, Kemang, Bogor. Letaknya tak jauh dari perumahan Telaga Kahuripan. Selain bercocok tanam, Nurhayati merajut keset, pita bunga, dan mute kerudung. Kerajinan yang bahan bakunya diambil dari sebuah pabrik di Parung itu, kerap dikerjakan hingga larut malam. Kadang sampai jelang subuh.
Setiap tiga hari sekali, pihak pabrik akan mengambilnya. Setelah itu, Nurhayati menerima upah Rp 30.000,- sampai Rp. 50.000,-. Tergantung jumlah yang dihasilkan. Dalam penggal penggal doanya, Nurhayati mengaku kerap mengiba.
“Ya Allah, sudah semua ujian hamba jalani. Datangkanlah pertolongan-Mu ya Allah”, lirih, Mila menyingkap tabir doanya. Ia memohon sembari bersimpuh di samping Mela, yang berbaring tak berdaya. Sementara, anak itu akan menangis tiap mendengar doa-doa Ibunya.
“Maafkan Mela Bu”, isak Mela meremas hati.
No comments:
Post a Comment