PHNOM PEN – Empat tahun sudah, Naim (28) menunggu untuk mengakhiri masa lajangnya. Penantian pemuda asal Desa Pum Deria, Kratie, Kamboja ini, tahun ini terwujud sudah. Jumat pekan lalu, ia menikahi seorang gadis asal Desa Raka Kano. Seekor lembu, kurban dari THK Indonesia, mewujudkan kebahagiaan sepasang muda mudi itu.
Menurut Ustad Mahir, seorang tokoh muslim Pum Deria, kebanyakan masyarakat muslim di Kamboja menggantungkan pesta pernikahan pada hari raya Idul Adha. Sebuah alasan sederhana, dengan memotong lembu kurban dalam persepsi pernikahan, warga satu desa bisa mencicipi dagingnya secara merata.
Ini menunjukkan, kurban sebagai sebuah ibadah tahunan masih langka bagi muslim Kamboja. Kurban akan ada jika muslim di negara-negara Arab dan Malaysia misalnya, menyalurkannya ke Kamboja.
Hal ini terlihat pada Idul Adha tahun ini. Banyak warga muslim di desa-desa Kamboja menggelar pernikahan. Menurut Wakil Menteri Agama Kerajaan Kamboja, Zakaryya Adam, tiap Idul Adha, tak kurang dari 2000 muslim Kamboja menggantungkan pernikahan pada musim kurban ini.
Ketika disinggung tawaran tentang program nikah massal, Zakaryya terbelalak. Nikah masal, bagi masyarakat Kamboja ternyata hal yang mengerikan dan kejam. Trauma pada era rezim komunis Pol Pot, masih menghantui apa yang disebut nikah masal.
Dulu, ribuan pasangan dinikahkan secara masal oleh Pol Pot. Mereka - pria dan wanita – dijajar saling berhadapan di tengah lapangan dan jalan-jalan. Tetapi masing-masing orang tidak tahu siapa suami dan istrinya. Pol Pot bebas mengacak sesuka perutnya. Bahkan, pasangan bisa ditukar oleh rezim komunis keji itu. Cara tak manusiawi ini, diakui Zakariyya masih membekas di lubuk hati warga Kamboja. Terutama muslim.
No comments:
Post a Comment