Banjir boleh surut di Jakarta. Tetapi di Muara Gembong Bekasi, perlu waktu kurang lebih 40 hari. Dari sejak air berwarna kuning keruh hingga berubah jernih. Saat heboh berita menyuguhkan pada pembaca dan pemirsa tentang dampak banjir di Jakarta, Muara Gembong nyaris terabai. Media kita terlihat lebih asyik berkutat di pusat-pusat kota. Tetapi memang itu juga amat perlu.
Saya tak hendak bercerita tentang Muara Gembong yang 1300 hektar lebih lahannya terendam banjir. Area sawah rusak parah menjadi hamparan banjir bak lautan. Saya ingin membagi perih tentang Desa Pantai Harapan, Muara Gembong. Dari data yang saya himpun dua hari, ada 1198 rumah terendam air setinggi 1 – 2 meter. Kebanyakan rumah masih terbuat dari bilik bambu. Itu artinya komunitas masyarakat miskin.
Jumlah korban meninggal 1 jiwa. Ada 8 rumah roboh dan 1 rumah terbakar karena konsleting listrik. Saya ingi membandingkan banjir yang menjadi headline di sebuah televisi tentang banjir di Depok. Karena saya tinggal di depok saya dapat membandingkan dampak banjir ini. Sangat jauh, belum sebanding dengan desa Pantai Harapan. Ditilik dari jumlah rumahnya saja sudah terlihat bedanya.
Saya ingin menyuarakan keluh kesah masyarakat desa itu. “Berita kurang adil”, kata Putra ketua RT setempat. Lantaran tak banyak diberitakan, tak banyak orang peduli untuk mengirim bantuan ke sana. Padahal 40 hari menunggu air surut adalah sebuah penantian panjang. Tak pelak saya dicecar habis karena dianggap ikut andil tak memberitakan Muara Gembog.
Saya hanya mesem kecut sembari membatin. “Hmmm… inikah kado ulang tahunku hari ini, 9 Februari 2007?”
Saturday, February 10, 2007
Muara Gembong, Maafkan Kami
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Bagusnya itu foto sunset kah? Mungkin seharusnya Bekasi ini bisa punya wisata pantai ya.
Post a Comment