Di antara misi terpenting Islam, salah satunya membela, menyelamatkan, membebaskan, melindungi, dan memuliakan kelompok yang lemah dan menderita (dhuafa). Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan bahwa Allah hanya menerima sholat dari orang-orang yang menyayangi orang miskin, ibnu sabil, wanita yang ditinggalkan suaminya, dan yang menyayangi orang yang ditimpa musibah.
Ketika Nabi Musa as bertanya kepada allah SWT, “Tuhanku, di mana aku harus mencari-Mu”. Lalu Allah menjawab, “carilah Aku di tengah-tengah mereka yang hancur hatinya”. Dalam kitab Adz-dzull wa al-Inkisar li al-Aziz al-Jabbar al-Khusyu fi al-Shalah karya Ibn Rajab al-Hambali, Ibnu Majah meriwayatkan dari hadis Abu Sa'idah al-Khudri r.a., bahwa Nabi saw., pernah mengucapkan doa, "Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan bangkitkanlah aku bersama orang-orang miskin."
Nabi saw., sangat memerhatikan dan menyayangi orang miskin. Hal ini tercermin dari doa yang disampaikannya bahwa ia ingin hidup dan mati dalam keadaan miskin, perhatikanlah orang miskin karena doa orang miskin dikabulkan oleh Allah SWT. Bahkan dalam Alquran
Alquran sangat memerhatikan nasib orang miskin, sehingga Alquran mengisyaratkan bahwa orang yang tidak memerhatikan orang miskin adalah orang yang mendustakan agama. Artinya, jika orang Muslim tidak mengayomi, memerhatikan, dan peduli terhadap nasib orang miskin, ia di hadapan Allah akan dikelompokkan kepada orang yang berdusta dan berbohong dalam beragama.
Rasulullah dalam membela kelompok masyarakat yang tertindas, selalu membangkitkan harga diri rakyat kecil dan dhuafa. Ia senantiasa bersama orang-orang lemah. Pada suatu hari para sahabat melihat Nabi sedang memperbaiki sandal anak yatim, lain kali menjahit baju janda tua yang miskin. Bila masuk masjid Rasul memilih kelompok orang miskin, dan di sanalah ia duduk. Digembirakannya mereka, dipeluknya, hingga kadang-kadang Rasulullah tertawa bersama mereka.
Sebagai pemimpin orang kecil, Nabi memilih hidup seperti mereka. Ia hidup amat sederhana, lantaran ia mafhum sebagian besar sahabatnya masih menderita. Ditahannya rasa lapar berhari-hari, karena ia tahu sebagian sahabatnya juga tidak makan berhari-hari. Suatu hari, sepulang perjalanan jauh ia dijamu oleh Aus bin Khaulah dengan susu dan madu. Rasulullah menolaknya, “Aku tak mengatakan bahwa ini haram, tetapi aku tak ingin pada hari kiamat nanti, Allah bertanya kepadaku tentang hidup berlebihan di dunia ini. (HR Ahmad bin Hambal).
Menyelami
Kitapun luruh dan takut tatkala ingat wasiat Rasulullah, “Bila masyarakat sudah membenci orang-orang miskin dan menonjol-nonjolkan kehidupan dunia serta rakus dalam mengumpulkan harta, maka mereka akan ditimpa empat bencana. Yakni, zaman yang berat, pemimpin yang dhalim, penegak hukum yang khianat, dan musuh yang mengancam”.
Astaghfirullah. Jika demikian sungguhkah kondisi kita hari ini sebagaimana rambu-rambu yang disabdakan Nabi? “Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami dan dosa pemimpin kami serta tegurlah mereka agar kembali ke jalan-Mu dan memihak orang-orang yang tertindas”. Wallahu’alam.
4 comments:
wah, tulisannya bikin sejuk di hati.. seneng mambacanya
kemampuan berempati, keberanian menjadi dan tampil sederhana.
oh ternyata, kisah Musa mencari Tuhan diantara orang yang patah hati itu dari bukan hadis ya..
Subhanallaah, kueyeeennn....!!!
Post a Comment