Kami mengharapkan, Pemerintah Indonesia bisa mewakili negara-negara muslim di dunia untuk menyuarakan pentingnya penggalian sumber dana zakat, untuk meringankan penderitaan orang-orang miskin. Prof Aluddin Zatari, Mufti Syria.
Para pengelola, praktisi, dan tokoh zakat Asia Tenggara, baru usai menghadiri perhelatan konferensi Zakat Asia Tenggara II, di Padang, Sumatera Barat. Sebelumnya, konferensi serupa diadakan untuk kali pertama Pada 2006, di Kula Lumpur, Malaysia. Di negeri Jiran itu, salah satu kesepakatan yang ditelurkan, terbentuknya Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT), sebagai organ penghubung institusi zakat dan masyarakat zakat di kawasan serumpun.
Dalam konferensi kedua ini, peserta berhasil mencetuskan tujuh rekomendasi. Dari tujuh butir rekomendasi itu, ada tiga butir yang istimewa untuk Indonesia sebagai tuan rumah. Yakni butir 4, 5, dan 6. Kelihatannya, amanah konferensi sangat berharap banyak, pada kebijakan pemerintah Indonesia pada masalah zakat. Harapan itu cukup relefan, mengingat Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar.
Bunyi dari tiga butir itu adalah: Butir 4, Perlu dikaji dan dipertimbangkan agar peran organ pemerintah yang mengatur masalah zakat dapat ditingkatkan kapasitasnya, baik dalam tingkatan Kementerian atau minimal Direktorat Jenderal. Butir 5, Meminta kepada pemerintah, DPR, organisasi zakat dan masyarakat luas mengusahakan dan memperjuangkan agar UU yang berkaitan dengan zakat dapat diamandemen/direvisi sehingga zakat berperan secara maksimal sebagai sumber dana pembangunan umat. Butir 6, Meminta kepada Pemerintah dan DPR agar zakat dapat/boleh mengurangi Pajak/Cukai.
Pembacaan rekomendasi di hadapan puluhan wartawan itu, disuarakan oleh Direktur Zakat, Departemen Agama, Nasrun Harun. Juga didampingi Staf Ahli Menteri Agama, Tulus, dan Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), KH Didin Hafidhuddin. Wali Kota Padang, Fauzi Bahar selaku tuan rumah yang menggelar event internasional itu, turut pula tampil dalam pembacaan rekomendasi. Suasana bersejarah itu, disaksikan oleh perwakilan negara-negara peserta. Malaysia, Australia, Jerman, dan Syria.
Bagi gerakan zakat di tanah air, tiga butir dalam rekomendasi itu sebuah dukungan besar pada masa depan zakat Indonesia. Rekomendasi yang lahir dari sebuah konferensi antar negara, mestinya mempunyai taji untuk mempengaruhi kebijakan. Setidaknya pihak-pihak terkait mendengarkan, mempertimbangkan, untuk kemudian memutuskan.
Melihat, gegap gempitanya helat zakat di ranah minang hari itu, para pejuang zakat, masyarakat, dan mustahik pastinya menunggu kelanjutan tujuh rekomendasi itu, penuh harap dan hati berdebar. Tujuh rekomendasi itu, sebagaimana ditegaskan Nasrun Harun, akan disampaikan dalam pertemuan Menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura atau MABIMS. Hasil dari pertemuan itulah, yang nantinya dapat menjawab realisasi dari tujuh rekomendasi hasil Konferensi Zakat Asia Tenggara II.
Harapkan Indonesia
Dalam sejarah perzakatan dunia di abad ini, konferensi zakat menjadi babak baru dalam ranah gerakan menanggulangi kemiskinan. Nilai-nilai dan peran strategis zakat, dalam kehidupan sosial dibahas dan ditinjau dari berbagai sisi. Masing-masing perwakilan negara peserta memaparkan, bagaimana zakat dihimpun dan diatur dalam pendayagunaannya. Catatan penting yang layak menjadi cermin bagi Indonesia, keberhasilan penghimpunan zakat di negeri tetangga tak lepas dari peran aktif dan keterlibatan langsung dari pemerintahnya.
Sebagaimana diakui Ketua Pusat Pungutan Zakat (PPZ) Malaysia Dato’ Haji Mustafa Abdul Rahman, laju penghimpunan zakat yang tumbuh pesat di Malaysia karena peran penuh dari pemerintah. “Pada masa sekarang ini di Malaysia, pengelolaan zakat mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Pada akhirnya, pemerintah memang harus ikut menangani persoalan zakat. Sebab muaranya pada keputusan, dan kebijakan yang memang harus bersumber dari pemerintah”, ungkap Mustafa.
Maka, dukungan Malaysia atas lahirnya tujuh rekomendasi, yang tiga diantaranya spesial buat Indonesia, menjadi amunisi untuk gerakan zakat di tanah air. Negara-negara serumpun mendukung, agar pemerintah Indonesia mengambil peran lebih pada permasalahan zakat tingkat dunia. Jika Indonesia berhasil menjadikan zakat sebagai instrumen mengurangi kemiskinan, negeri ini sebagaimana diungkapkan perwakilan Syria, menjadi barometer negara-negara di dunia.
“Kami mengharapkan, Pemerintah Indonesia bisa mewakili negara-negara muslim di dunia untuk menyuarakan pentingnya penggalian sumber dana zakat, untuk meringankan penderitaan orang-orang miskin”, kata Prof Aluddin Zatari. Ia seorang mufti berpengaruh di Syiria, yang datang sebagai utusan resmi negaranya.
Aluddin Zatari juga mengungkapkan, zakat menjadi instrumen netral bagi negara-negara mampu untuk membantu negara-negara miskin. Karena saat ini, negara-negara miskin justru menjadi sapi perah bagi negara-negara kaya.
“Semua lembaga internasional terus berupaya untuk menghilangkan angka kemiskinan ini, mereka tidak mampu melakukannya. Yang bisa dilakukan hanyalah memberikan bantuan kepada negara-negara miskin dari negara-negara kaya. Sayangnya, bantuan dari negara-negara kaya kepada negara-negara miskin disertai dengan persyaratan politis”, tandas Zatari.
Sangat masuk akal, jika akhirnya zakat menjadi instrumen yang netral dan adil dalam mengurangi kemiskinan lintas negara. Zakat diberikan orang kaya pada orang miskin tanpa ada syarat sedikitpun. Ia, mengandungi keberkahan, ketulusan, dan keikhlasan. Bahkan Mufti Syria itu, meminta Indonesia memimpin dan membawa resolusi zakat sebagai instrumen membantu negara-negara miskin, ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pun, perwakilan dari Jerman juga berharap lebih pada Indonesia untuk perjuangan zakat ini. Mereka meyakini, jika Indonesia mampu memerankan zakat secara maksimal sebagai instrumen mengurangi kemiskinan, mereka yakin, Indonesia akan menjadi contoh bagi dunia Islam.
Kiranya, tak dapat dielak lagi. Perkembangan zakat di Indonesia telah menjadi sorotan dunia. Negara lain berharap, agar negeri ini mampu melahirkan model dan nilai-nilai zakat yang kelak menjadi tonggak peradaban zakat dunia. Sebagai negara yang dipandang mampu oleh bangsa lain, kepercayaan ini kita ambil sebagai tantangan atau kita abaikan.
No comments:
Post a Comment