Monday, October 30, 2006

Wakaf Gelicok

Wakaf Gelicok dikreasi sebuah komunitas masyarakat terpencil. Contoh wakaf untuk menghidupi pendidikan.

Wakaf “Gelicok”. Nama ini pastinya sangat asing di pendengaran kita. Tak sekadar asing, malah belum pernah ada, baik di Jakarta maupun di Indonesia. Gelicok mengemuka dan tengah semangat digalakkan di tengah masyarakat kepulauan terpencil. Tepatnya oleh masyarakat Mansamat, Tinangkung Selatan di Pulau Peling dalam deretan Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah.

Gelicok (Gerakan Lima Pohon Coklat). Masyarakat Desa Mansamat pada mulanya diusik gelisah oleh kebodohan yang menjajah generasinya. Sarana pendidikan di pulau yang berdiri tegak monumen Trikora itu amat memprihatinkan. Sampai delapan bulan lalu, masyarakat memimpikan punya sekolah tingkat SMA di pulaunya. Kerinduan akan pendidikan yang bertahun-tahun dipendam. Sebuah kesadaran yang luar biasa, bahwa mereka sadar hanya dengan pedidikan kemajuan daerah tertinggal dapat dicapai.

Saat Dompet Dhuafa Republika (DD) membuat program pembangunan pendidikan di pulau-pulau terpencil, Banggai Kepulauan (Bangkep) menjadi salah satu titik yang dipilih. Secara histories, DD memiliki kedekatan dengan masyarakat Bangkep sejak gempa Mei 2000 silam. Suasana mengharukan terjadi pada Desember 2005. Ketika itu masyarakat desa Mansamat berebut mewakafkan tanahnya untuk lokasi pembangunan sekolah. Dilihat dari letak, semua yang ditawarkan strategis, tanah datar dan di pinggir jalan. Sebuah pilihan yang sulit saat itu. Sampai akhirnya untuk menghindari kecemburuan masyarakat, lokasi ditetapkan di tanah milik pemerintah desa.

Delapan bulan berlalu. Sampai pada penghujung, Selasa (22/8) bangunan sekolah termegah untuk ukuran Bangkep berdiri. Masyarakat menamai sekolah yang diresmikan Presiden DD, Rahmad Riyadi dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bangkep, Anwar Hasan ini “SMA Pertama”. Masyarakat Mansamat meluapkan kegembiraannya, terlebih selama proses pembangunannya dikerjakan secara gotong royong.

Namun bukan bangunan fisik semata yang dibangun. DD melalui Lembaga Pengembangan Insani (LPI) memberikan pendampingan selama satu tahun. Seiring gedung dibangun, recruitment guru dilakukan. Terpilih enam guru dan kepala sekolah asli putra daerah. Mereka dibawa ke Jakarta selama satu bulan untuk training sistem pendidikan. Hingga dicapai standar pengajaran sekolah unggulan yang mulai diterapkan hari ini di SMA Pertama. Sejak sebulan lalu sekolah ini pun mulai mengawali proses belajar mengajar.

“Wah, belum ada sekolah sebagus ini di Banggai. Kami bangga sekali sudah punya sekolah sendiri. Keren, cara belajarnya juga tidak seperti sekolah umumnya. Punya komputer sendiri lagi”, komentar Sumiarti Abu Tiama salah seorang siswa yang sudah dua tahun lalu lulus SMP. Namun agar sekolah yang melibatkan swadaya masyarakat ini eksis, banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Apalagi sekolah ini digagas sebagai sekolah unggulan dengan biaya termurah dan dapat dijangkau masyarakat yang mayoritas dhuafa. Pertanyaan yang mencuat, apa mungkin dengan biaya murah pendidikan berkualitas dapat mereka wujudkan.

Tugas rumah jangka panjang itu meliputi biaya operasional sekolah dan gaji tenaga pengajar. Setelah fasilitas gedung dibangun dan sistem pendidikan diberikan, masyarakat harus memikirkan nasib jangka panjang sekolah yang sudah menampung 76 murid ini. Maka saat peresmian yang dikemas masyarakat dengan meriah hari itu, sekaligus masyarakat desa Mansamat mendeklarasikan “Gerakan Gelicok”. Setiap masyarakat menyumbangkan lima pohon coklat siap panen. Mereka melakukan itu atas inisiatif pribadi, hingga sampai pada saat peresmiaan itu diperoleh 315 pohon coklat yang akan dikelola pihak komite sekolah.

Mansamat di sisi lain juga wajah komunitas masyarakat yang ramah. Nilai-nilai gotong royong dan kepedulian masih bestari di desa ini. Tiap jengkal pekerjaaan yang membawa kemaslahatan bersama selalu dikerjakan secara berjamaah. Masyarakat selalu terbuka menerima tamu yang datang dengan itikad baik. Mereka tidak akan segan direpotkan. Pun tulus memberikan apa yang dipunyai jika itu mampu membahagiakan orang lain. Nilai-nilai yang saat ini sulit ditemui di belahan lain Indonesia.

Gelicok Wakaf Investasi

Masyarakat sebenarnya tidak memahami Gelicok sebagai wakaf investasi. Kesan yang terlihat amat sepele dan sederhana. Tetapi apa yang masyarakat Mansamat lakukan untuk mendongkrak peningkatan pendidikan, bentuk langkah nyata dari gerakan wakaf investasi. Saat kita tengah mencari model wakaf investasi yang mampu membawa kemaslahatan, Gelicok memberi contoh sederhana yang mudah ditiru. Langkah apik yang dipetik dari rembugkan kampung ini, kini menjadi salah satu solusi menghidupi keberadaan sekolah.

Dari 315 pohon coklat, tiap triwulan mampu menghasilkan lebih kurang Rp 3 juta. Hasil yang cukup besar untuk menghidupi kelangsungan pendidikan di Mansamat. Amran Ahmad (50), salah seorang penyumbang Gelicok yang memberikan lima pohon coklat tidak memahami apa yang ia berikan sebagai wujud wakaf investasi. Amran dilihat dari sisi ekonomi bukan seorang juragan colat. Di kebunnya ia hanya memiliki 50 pohon coklat. Rumahnya pun amat sederhana. Meski anaknya tidak ada yang sekolah di SMA Pertama, tetapi ia menyadari menjadi bagian dari pemanggul tanggung jawab masa depan generasi Mansamat.

“Kami sangat senang punya sekolah di sini. Anak cucu harus maju, kami yang tinggal di pulau ini sudah capek menunggu-nunggu. Orang Jakarta saja mau jauh-jauh datang kemari untuk membangun pendidikan, kami yang di sini tak boleh diam saja”, ungkap Amran semangat. Melihat animo masyarakat yang demikian tinggi, tak pelak Kepala Dinas Pendidikan Bangkep terperangah. Ia tak menyangka jika keinginan masyarakat memiliki sekolah sangat tinggi. Meski bukan sekolah negeri, ia berjanji akan memperjuangkan eksistensi sekolah ini di tingkat pemerintah provinsi.

“Di luar dugaan saya jika sekolah ini dikemas demikian hebat. Dilengkapi komputer dan ditambah standarisasi pendidikan sekolah sekelas Jakarta. Dari fisik saja, di seluruh Bangkep baru SMA ini yang lantai sekolahnya keramik. Saya juga kaget masyarakat begitu antusias sampai membuat gerakan Gelicok dengan menyumbangkan pertaniaan mereka yang menjadi penopang hidup sehari-hari”, komentar Anwar Hasan sambil berpesan agar Gelicok dapat ditularkan ke wilayah Bangkep lainnya.

Gelicok, kini tidak sekadar peran kepeduliaan biasa. Gelicok telah menjadi model wakaf investasi yang digagas komunitas masyarakat terpencil. Meski tentang wakaf investasi atau wakaf tunai itu sendiri, di kalangan masyarakat kita baru menanjak pada tingkat wacana. Tidak seperti Qatar, Mesir, dan Kuwait yang telah mempraktikkannya. Adapun hasil dari wakaf investasi ini di negara-negara itu berhasil untuk membiayai pendidikan dan ekonomi mustahik. Bahkan di pulau kecil Sisilia (Italia), ketika berada di bawah kekuasaan Islam, memiliki sekitar 300 sekolah yang seluruhnya dibiayai dari harta wakaf.

Meski di Indonesia masih terjadi perbedaan pendapat, namun wakaf tunai sebenarnya sudah menjadi pembahasan ulama terdahulu; salah satunya Imam az-Zuhri yang membolehkan wakaf uang (saat itu dinar dan dirham). Bahkan sebenarnya pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi’i juga membolehkan wakaf uang. Mazhab Hanafi juga membolehkan dana wakaf tunai untuk investasi mudharabah atau sistem bagi hasil lainnya. Keuntungan dari bagi hasil digunakan untuk kepentingan umum.

Hari ini, masyarakat Mansamat yang terpelosok telah memberi pelajaran berarti tentang membangun dunia pendidikan. Mereka telah menelorkan gerakan Gelicok yang akan menghidupi SMA Pertama. Dengan wakaf Gelicok, masyarakat Mansamat meneguhkan tekad. SMA Pertama harus menjadi SMA terunggul dengan biaya pendidikan terjangkau. Tak lupa mereka menitip pesan, jika ada masyarakat Jakarta terpanggil ikut Gelicok, sebatang pohon coklat pun akan sangat berarti.

No comments: