Monday, April 23, 2007

Bunda, Sang Gembala


Petani, peternak, kuli, dan pekerjaan lain yang mengandalkan kekuatan energi kerap kita dengar. Dunia mereka juga tak asing untuk diselami. Tetapi dunia penggembala, jarang dianggap sebagai profesi. Di Nusa Tenggara Barat, gembala menemukan dunianya. Sebuah pekerjaan yang menjadi sumber penghidupan. Namun tak ubahnya nasib petani, gembala juga tak banyak yang sejahtera.

Seperti dua gembala dari lereng Tambora, Bi
ma ini. Kambing dan sapi yang digembalakannya bukan milik sendiri. Berangkat usai Subuh, pulang jelang Magrib upah yang mereka terima dalam bentuk binatang ternak. Satu ekor kambing atau sapi untuk menggembalakan enam ekor ternak. Sepanjang hari, para gembala mengikuti kemana arah ternak mencari rumput. Dari lembah, sawah, bukit, sampai pegunungan.

Kaki-kaki mereka begitu kuatnya. Harus lebih lincah dan enegik agar dapat berpacu dengan lari kambing dan sapi. Tak peduli hujan dan panas, gembala setia mengemban amanah juragannya. Kesabaran dan keuletan menjadi kunci penggembala yang berhasil. Dari ketekunannya ini, daging sehat yang tiap hari kita konsumsi dihasilkan.

Dalam dunia gembala ada nilai. Pekerjaan itu mengajarkan untuk bertanggungjawab terhadap ternak yang digembalakannya agar tertib di dalam kumpulan. Pekerjaan itu pun menuntut cinta kasih: mencari ter
nak yang terpisah dari kumpulan ataupun merawat ternak yang terpincang-pincang. Dengan tanggung jawab dan rasa cinta kasih itu, sang penggembala menggiring hewan yang digembalakan menuju titik yang dituju menggembalakan pulang ke kandang.

Gembala tak sela
lu pria. Aisyah, seorang ibu tiga anak setiap hari menggembala kambing. Di kala hari raya kurban, ia akan memetik panen terbesarnya. Hasilnya ditabung dan untuk biaya sekolah anak-anaknya. Gembala pun amat besar jasanya. Peluh yang mengalir dari tubuh mereka memudahkan kita mengkonsumsi daging.

No comments: