Friday, March 28, 2008

Catatan Tercecer dari Senegal

Selain Pemerintah Indonesia yang hadir dalam KTT OKI ke-11 di Dakar, Senegal, Dompet Dhuafa Republika, juga hadir dalam rangkaian acara yang sama. Diwakili Presiden Direktur DD, Rahmad Riyadi, DD mengikuti Konferensi Organisasi Kemanusiaan I Negara Anggota OKI.


Ada yang tidak biasa, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-11 Organisasi Konferensi Islam (OKI), yang digelar di Dakar, Senegal, pada 13 -14 Maret lalu. Sebelum KTT dimulai, organisasi kemanusiaan dari 57 negara anggota OKI di seluruh dunia berkumpul di Senegal, untuk menggelar Konferensi Organisasi Kemanusiaan I Negara Anggota OKI.

Dari Indonesia, Dompet Dhuafa Republika (DD), diundang OKI, sebagai wakil organisasi kemanusiaan di Indonesia. Konferensi ini, kali pertama sejak KTT OKI memasuki KTT nya ke-11. Sekaligus sebagai pra KTT OKI, yang dihadiri para pimpinan negara anggota OKI, pada 13-14 Maret. Tujuannya, untuk menyatukan langkah civil society dengan pengambil kebijakan di pemerintahan.

Sebagaimana kita mafhu
m, tugas OKI kian tahun makin berat. Aroma konflik dan perang, terus merebak melanda negara negara Islam. Belum lagi lingkaran kemiskinan yang membelit Asia dan Afrika. Juga bencana alam yang terus mengintai. Bahkan, KTT kali ini pun, juga dibayang bayangi konflik dan ketegangan baru yang menyerang negara negara anggota.

Pada akhirnya, organisasi kemanusiaan di negara anggota OKI, sudah saatnya terlibat membantu peran OKI. Konferensi ini, berlangsung pada 7 – 9 Maret, di sebuah cluster pantai peristirahatan di Saly Portudal, 80 km dari Kota Dakar, Senegal. Konferensi merumuskan action plan, yang akan dilakukan oleh organisasi civil society, untuk diusulkan dalam KTT OKI, empat hari kemudian.

Jika dipetakan, organisasi yang hadir, sebagian besar perwakilan negara-negara Asia dan Afrika. Namun, juga hadir peserta dari NGO muslim Eropa, Amerika, dan UN OCHA PBB yang menjadi observer. Para peserta bebas mengemukakan pendapatnya, dalam tiga bahasa, Arab, Inggris, dan Perancis.

Penyambutan peserta konferensi oleh negara bekas jajahan Perancis itu, ramah. Pemerintah Senegal, menyediakan Lounge khusus, untuk seluruh peserta konferensi. Mereka siaga 24 jam, di Bandara Internasional Dakar, untuk menyambut tamu dari berbagai negara. Semua tamu, disambut dengan standar VIP.

Dalam konferensi itu, peserta dibagi dalam empat komisi. Mereka bertugas merumuskan tahapan aksi, yang menghasilkan empat rekomendasi yang disampaikan dalam KTT OKI. Empat rekomendasi itu meliputi: penguatan kapasitas organisasi dan database, perundang-undangan nasional dalam aksi kemanusiaan dan karitas di negara-negara anggota OKI , hubungan OKI dengan lembaga humanitarian di negara anggota, dan hubungan
antar organisasi kemanusiaan. Isi empat rekomendasi ini, secara lengkap dapat dilihat di www.dompetdhuafa.or.id.

Pelajaran Ukhuwah
Nyaris, DD tidak menghadiri forum organisasi internasional itu. Pasalnya, tenggat waktu tiga pekan – sejak undangan diterima – menyulitkan DD dalam pengurusan visa. Tapi keseriusan OKI mengundang DD, ditunjukkan dengan turun tangan langsung, membantu proses pemberangkatan Rahmad Riyadi ke Senegal. Artinya undangan ini spesial, bukan basa basi.

Di dalam forum tidak res
mi, beberapa NGO dan perwakilan OKI mengorek kiprah DD, di pentas kemanusiaan internasional. Agak malu malu, DD pun menyebut bantuan kemanusiaannya untuk Afghanistan, Irak, Palestina, Lebanon, Kamboja, dan Filipina. Nilai tiap bantuan masih kecil, di bawah 100 ribu dollar AS. Di luar dugaan, mereka merespon aktivitas kemanusiaan DD ini, sebagai program yang luar biasa.

Ketika bertukar pengalaman dengan organisasi kemanusiaan dari Iran, Eropa, Inggris, Mesir, Perancis, Banglades, Afrika, dan Malaysia, ada sebuah kesimpulan yang layak dipetik. Yakni, nilai bantuan kemanusiaan, bukanlah nominalnya, melainkan silaturahim dan ukhuwahnya. Sementara, DD sendiri masih sempit gerak, jika donatur tidak menghendaki bantuan kemanusiaannya untuk luar negeri.

Global Peace Mission, yang mewakili Malaysia dalam pertemuan itu misalnya, meski bantuannya tak besar, tapi telah merambah hampir ke seluruh komunitas muslim tertinggal di seluruh dunia. Mereka membawa misi bangsanya. Bahwa kehadirannya, sebagai wujud empati dan persaudaraan. Layak ji
ka di komunitas muslim Kamboja dan Filipina, Malaysia sangat menancap sebagai saudara bagi mereka.

Sikap demikian, juga ditunjukkan negara lain, seperti Iran. Organisasi kemanusiaan di negara itu, telah menebar silaturahim hingga penjuru Darfur Sudan, Sierra Leon, Nigeria dan Ethiopia. Mereka telah memaknai kepedulian ini pada intisari yang sesungguhnya. Bentuk ukhuwah yang dicontohkan negara negara itu, terbukti efektif, sebagai jalinan diplomatik tak resmi antar negara. Inilah, yang harus dipelajarai oleh masyarakat Indonesia.

Banyak nilai kemanusiaan antar bangsa, menjadi perbincangan hangat dalam konferensi organisasi kemanusiaan itu. Selanjutnya, pada puncak KTT OKI ke-11, sebagaimana diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pemimpin negara pun, banyak yang bicara solidarity fund (dana solidaritas). Dengan target 10 miliar dollar AS.

Lantas, dengan angka kemiskinan tinggi dan bencana alam yang datang dan pergi, apakah Indonesia layak dapat jatah solidarity fund itu?, ”Indonesia akan menjadi pihak yang mendapat bantuan. Bila kita berkontribusi, maka kitapun akan mendapatkan manfaat yang nyata”, tandas SBY. (www.presidenri.go.id).

Sementara, DD dapat mewujudkan harapan konferensi organisasi kemanusian negara OKI itu, jika masyarakat Indonesia mendukungnya. Karena lembaga ini, tumbuh dan berkembang oleh dukungan dana masyarakat. Organisasi kemanusian di negara lain, telah memberi banyak pelajaran, bahwa ukhuwah melebihi segala galanya. Ini cara paling efektif membantu komunitas muslim di negara lain. Sekaligus sebagai duta yang membawa misi bangsa.

No comments: