Friday, January 12, 2007

Penjaga Lubuk Larangan

Seorang kepala desa berjuang keras merubah pola pikir masyarakat di pedalaman Lahat. Cita-citanya mulia, belum ingin kaya sebelum rakyatnya sejahtera.

Lahat, Sumatera Selatan, dengan Tebing Tinggi-nya selalu berkesan menegangkan. Terlebih jika sudah di atas jam 11 malam. Hampir jarang yang berani melintasi sepanjang jalan hancur dan berlobang itu. Truk yang memuat barang jadi incaran bajing loncat. Kendaraan pribadi harus konfoi untuk melintasi jalan rawan sepanjang lebih kurang 30 km itu. Selain kondisi jalan yang tak bersahabat, suasana mencemaskan
selalu saja menyelinap sepanjang jalur Lahat hingga Lubuk Linggau.

Namun di balik nuansanya yang “seram”, di pedalaman Lahat ada satu desa yang menjunjung tinggi hukum. Peraturan tegak dijalankan untuk melindungi adat dan alam. Tak ada kompromi meski yang melanggar sanak kerabat sang penguasa setempat. Tak berlebih jika menyebut desa ini satu-satunya desa yang punya Peraturan Desa (Perdes) terketat tapi juga dijalankan di Indonesia.
Desa Lubuk Tube, Kecamatan Pseksu, Lahat dihuni oleh 60 KK. Semuanya masyarakat asli dari Suku Kikim yang mendiami sepanjang aliran Sungai Kikim, Lubuk Larangan. Lokasi desa berada di pedalaman hutan, 15 km dari jalan raya Lahat – Tebing Tinggi. Jalan sudah diaspal lantaran kepala desanya gigih memperjuangkan agar desa itu mendapat perhatian pemerintah daerah.
Lubuk Tube, dipimpin seorang Kepala Desa yang masih cukup muda, Surnaidi (29). Dia satu-satunya yang berpendidikan tinggi di desa itu. Lulus SMA Muhamadiyah, Lahat tahun 1997. Tingkat pendidikan di desa itu minus. Mayoritas lulus SD. Hanya empat orang saja yang mampu tamat SMA.
“Saya orang desa yang hidup di pedalaman. Tetapi saya punya visi untuk membangun desa ini. Siapapun yang tinggal dan masuk di desa ini wajib patuh pada hukum yang berlaku di desa. Tak peduli sanak saudara, jika melanggar ketetapan yang telah disepakati harus mendapatkan pengadilan hukum”, tandas Surnaidi.
Memimpin desanya, bagi ayah satu anak ini adalah perjuangan. Batinnya tergugat tatkala setiap tahun hutan dan sungai dijarah. Pendatang bebas berkeliaran mengeruk hasil alam tanpa mempedulikan keberadaan masyarakatnya.
“Desa ini mulai tidak dianggab keberadaannya. Alam mulai dirusak dan sarana jalan buruk. Padahal kami yang tinggal di sini juga manusia yang berhak hidup layak dan damai”, katanya.

“Cita-cita saya sederhana, ingin memakmurkan masyarakat yang bertahun-tahun ditindas kemiskinan. Saya tak tertarik kaya jika rakyat saya belum sejahtera. Karena jabatan itu bukan jalan mencapai kekayaan pribadi tetapi alat perjuangan menegakkan keadilan dan kesejahteraan bagi yang lemah dan tertindas”, papar Surnaidi menggetarkan.
Ucapan Kades muda ini bukan retorika semata. Dilihat dari tempat tinggal, rumah Surnaidi amat sederhana. Setara dengan kediaman masyarakat lainnya. Malah masih lebih bagus rumah milik warganya.

Dua bulan lalu, ia baru saja menjatuhkan hukuman denda pada kakak iparnya lantaran terbukti menangkap ikan di sungai Kikim. Satu ekor ikan Rp 50 ribu. Ada tujuh ekor ikan yang ditangkap. Maka sang kakak ipar membayar Rp 350 ribu untuk kas desa. Denda yang amat berat karena mencari uang seribu perak saja di desa itu sungguh sulit. Jika tak mampu bayar maka harus siap dipenjara.
Hukum mulai ditegakkan Surnaidi sejak memimpin Lubuk Tube tahun 2003. Peraturan yang pertama diketatkan menyangkut pelestarian lingkungan di wilayahnya yang mulai rusak. Sungai Kikim sepanjang 3 km yang masuk ke wilayah Lubuk Tube dilindungi sungguh-sungguh. Larangan menangkap ikan dengan peledak, strum, dan obat-obatan diberlakukan.
Hasilnya, kebijakan tegas dari Kades mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Ikan di sepanjang sungai itu hanya boleh dipanen bersama-sama tiap dua kali setahun. Atau jika ada selamatan dan hajatan boleh ikan itu dimanfaatkan. Semua atas kesepakatan dan sepengetahuan penduduk desa. Menurut masyarakat setempat, Kades siap pasang badan jika hukum dilanggar.
“Pak Surnaidi masih muda tapi sangat tegas. Kami semua mendukung setiap kebijakan beliau karena apa yang dikatakan selama ini telah terbukti. Sejak dia pimpin desa ini perubahannya sangat cepat. Tidak ada lagi orang bebas menjarah hutan dan liar mengambil ikan di sungai”, kata Arsan, warga setempat.
Pengakuan senada juga diungkapkan, Sholeh, seorang pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Lahat. Ia mengaku tak dapat menyembunyikan keharuannya melihat tatanan bermasyarakat di Lubuk Tube. Pertemuannya dengan Surnaidi membawa Sholeh untuk terlibat mendampingi desa itu.
“Saya tak menyangka seorang Kades di pedalaman punya visi kedepan. Umumnya di tempat lain biasanya pasrah pada kondisi yang ada. Tetapi Pak Surnaidi punya misi mulia mengangkat nasib desa ini. Mungkin di Indonesia dia satu-satunya Kades yang berhasil menegakkan peraturan desa dengan totalitas”, ungkap sholeh yang mengaku hampir rutin mendatangi desa itu untuk belajar dan mengamalkan ilmunya.
Perjuangan Surnaidi tak sia-sia. Ekosistem sungai berjalan alami. Saat air Sungai Kikim jernih, jutaan ikan amat mudah dilihat. Ada 37 jenis ikan yang hidup dan dilindungi di sepanjang sungai itu. Untuk setiap panen ikan, hasilnya dibagi menjadi empat. Bagian pertama untuk warga desa. Kedua untuk panitia dan penjaga bekarang (penjaga dan penangkap ikan). Ketiga untuk syukuran, selamatan, dan pernikahan bagi warga desa. Dan keempat, jika ada pejabat atau tamu desa datang boleh turut mencicipinya.
“Tak ada yang khusus untuk kepala desa. Kalau rakyat sudah kenyang baru saya boleh makan. Saya masih bisa cari sendiri”, tegas Surnaidi.
Setelah hukum di desanya mulai tegak, Surnaidi kini tengah berjuang mencari cara mendongkrak ekonomi masyarakatnya. “Siapa tidak sedih, hidup di lahan subur tapi kami sulit makan. Ini pasti ada yang salah dari pola hidup masyarakat”, katanya prihatin.
Maka, ia mulai mengembangkan pola pertanian dan pelestarian hutan di desanya yang punya luas 2.364 hektar. Reboisasi sudah dimulai dengan penanaman pohon karet. Mimpi Kades muda itu kini, jika punya dana Rp 700 juta ia yakin dapat mendongkrak ekonomi rakyatnya. Tidak dibagikan secara charity, melainkan pemberdayaan ekonomi melalui sarana pertanian.

Surnaidi, putra Suku Kikim, pemimpin muda yang menginspirasi. Siapapun bisa belajar padanya. Memimpin tanpa pamrih sebagai jalan perjuangan. Bukan kuda troya untuk meraih harta, tahta, dan wanita. Siapapun bisa datang ke Lubuk Tube. Belajar menegakkan hukum dan belajar tak makan lebih dulu sebelum rakyatnya kenyang.
Jangan malu belajar pada Surnaidi, penjaga hukum dari pinggir Sungai Kikim, Lubuk Larangan, Lahat.

No comments: