Friday, November 16, 2007

Pergulatan Mas Picis


Membayangkan Budi Ribut Maruto, pada tahun 1990-an, sosok yang seram dan menakutkan. Temperamennya keras. Kehidupannya di jalanan membawa lelaki yang lebih dikenal sebagai “Mas Picis” ini, pada dunia yang penuh jejak-jejak suram.

Arek Suroboyo itu, mulai menjejakkan petualangannya di Jakarta pada 1984. Kawasan Pluit, menjadi petualangan liar Mas Picis. Jika menyibak helai-helai kehidupannya tempo dulu, Mas Picis merasa malu. Tetapi, ia menyadari duri-duri tajam petualangan dunia preman itu, menghadirkan hikmah dan pelajaran lain dalam hidupnya.

Dari Pluit, Mas Picis mengepakkan sayap perjalanannya ke Pasar Senen pada 1986. Di kawasan Senen, Mas Picis sosok yang ditakuti, tapi kini disegani. Dia mengaku, Senen tempat kegilaannya dulu. Sampai akhirnya pada 2000, Mas Picis dapat petunjuk dari Allah untuk kembali ke jalan-Nya.

Hal ini bermula, tatkala Mas Picis sedang mencari orang pintar untuk melancarkan usahanya. Tak banyak syarat yang diajukan orang itu ke Mas Picis. Ia hanya disuruh pulang ke kampungnya, untuk ziarah ke makam orang tuanya dan minta ampunan pada Allah.

Sepulang dari ziarah, Mas Picis luruh, takluk di bawah keagungan Sang Pencipta. Kegarangannya dulu leleh, menjadi sikap arif dan bijak. Temperamennya yang kasar, menjadi lembut acapkali mendekati komunitasnya.

Setelah kembali ke jalan Illahi, bukan berati Mas Picis hengkang dari Senen. Ia merasa punya tugas untuk mengajak teman-temannya dulu, kembali ke rumah Allah. Maka, ia mulai membuka pengajian bagi komunitas jalanan, pedagang, pengamen, preman, dan sebagainya di bilangan Gor Planet Senen.

“Saya tahu bagaimana perasaan mereka yang kadang ingin menemukan tempat kembali. Tetapi itu tidak cukup dengan khotbah dan ceramah. Mereka perlu ditemani, disentuh dengan hati, dan dipandang sama sebagaimana manusia lainnya”, terang Mas Picis.

Dengan segala daya, Mas Picis mulai merintis pengajian di tengah semrawutnya kehidupan di Pasar Senen. Agar, dakwahnya lebih strategis, ia merogoh tabungan yang dimilikinya untuk membangun Saung di depan Gor Planet Senen. Tempat yang diberi nama Saung Galing itu, khusus untuk Mas Picis membina komunitasnya. Untuk sholat, ke masjid di dalam Pasar Senen. Waktu sore hari, Saung Galing tempat untuk ngaji anak-anak para pedagang, pengamen, dan anak-anak jalanan lainnya. Malam harinya, giliran orang dewasa yang memanfaatkan saung itu untuk belajar agama.

Belum setahun, Saung itu diramaikan oleh pengajian, Senin (27/8), jam 10 malam Saung Galing dibongkar Trantib. Seiring penataan kawasan Senen agar lebih rapi. Tahu, Saung dibongkar, Mas Picis tak meradang. Ia sepenuhnya mendukung program Pemda. Tetapi meski di trotoar jalan, Mas Picis tetap akan mengajak komunitasnya pada jalan hidup yang lurus. Hanya satu yang agak mengganjal, jika saja ia tahu Saung akan dibongkar, ia mau membongkar sendiri saung itu agar dapat dimanfaatkan di tempat lain. Apalagi, Mas Picis masih punya tunggakan pinjaman untuk membangun saung itu.

Menilik masa lalu, Mas Picis ingin pergulatan hidupnya berakhir dengan kebaikan. Ia, juga tak ingin masa lalunya menimpa generasi muda sekarang. Mas Picis, akan tetap berjuang menemani, mendampingi, dan menuntun orang-orang yang tersesat ke tujuan yang hakiki. Mas Picis kini, menyentuh segala persoalan hidup dengan iman dan hati bersih.

3 comments:

Anonymous said...

Ayo yang belum taubat ikuti langkah mas picis jawara from haki2

Anonymous said...

sekali lg mari kita ikuti langkah mas picis from haki2 pasar minggu RB 1

Anonymous said...

Mohon ijin untuk saya bagikan di facebook yang saya miliki