Saturday, January 05, 2008

Belajar Pada Bangsa Pembelajar


Di penghujung 2007 lalu, Jumat, (27/12), Dompet Dhuafa, dikunjungi rombongan pejabat dari Jabatan Wakaf Zakat dan Haji (JAWHAR) Malaysia. Mereka yang datang, posisinya setingkat Direktur di Jabatan Perdana Menteri. Kunjungan ini, sesuatu yang biasa sebenarnya. Tetapi, tatkala mendengar tujuan kunjungan mereka kali ini, sungguh menghentak.

”Kami ingin belajar kondisi perkembangan zakat secara makro di Indonesia”, kata Datuk Abdul Halim bin Abdullah, ketua rombongan yang kami jamu secara sederhana di lantai dua kantor DD Ciputat.

Meski dalam hati, saya masih menganggap ini gurauan, ternyata delegasi JAWHAR itu amat serius. Selama ini, sebagian kita selalu memandang pengelolaan zakat di Malaysia amat ideal, hingga pas untuk dicontoh di Indonesia. JAWHAR , sebuah lembaga negara baru di Malaysia yang bertugas menyelaraskan pengelolaan zakat dan wakaf di negeri jiran itu.

Ketika saya menggali lebih dalam, mengapa mereka tidak belajar pada pengelolaan zakat dan wakaf pada Singapura. Mereka mengatakan, study kasus wakaf di Singapura tidak cocok untuk diterapkan di Malaysia, apalagi zakatnya. Mereka menilai, dinamika pengelolaan dan gerakan zakat di Indonesia lebih sesuai untuk dijadikan benchmarking dalam platform penyusunan sistem dan regulasi di negaranya.

Selama empat jam, kami diskusi serius. Tentang pengelolaan zakat di Indonesia dan kaitannya dengan otoritas negara. Termasuk menggali program pendayagunaan zakat dan wakaf di DD. Melihat, keseriusan mereka, banyak hal yang dapat saya petik. Yakni tentang kemauan untuk belajar dan belajar. Kita mesti mengakui, Malaysia, bangsa yang memiliki kemewahan intelektual. Pemerintah Malaysia, selalu mengurus secara serius, berbagai faktor yang dapat menopang kesejahteraan rakyatnya.

Pengelolaan zakat misalnya. Pemerintah Malaysia menangani secara maksimal zakat ini, sebagai instrumen menyejahterakan orang-orang dhuafa dan termarginalkan yang juga tak sedikit tumbuh di negaranya. Hingga mereka serius untuk menggali pada lembaga zakat di Indonesia, seperti ke DD.

Bagi DD, kunjungan delegasi Malaysia itu menorehkan pembelajaran dalam menyongsong 2008. Gerak organisasi yang terus dinamis, akan menghadapi banyak tantangan pada 2008 ini. Pencapaian dalam kurun hampir 15 tahun, juga penyengat agar tak terlena oleh sekadar panjangnya usia. Melainkan, buah kerja apa dalam kurun itu yang bisa dirasakan kaum dhuafa dan mereka yang punya harapan pada DD sebagai organisasi milik masyarakat.

Pun, kunjungan pemerintah Malaysia untuk ”belajar” zakat dan wakaf ke Indonesia, juga refleksi bagi bangsa ini. Bagaimana 2008 ini, pemerintah Indonesia sendiri akan memperlakukan zakat. Memandang serius sebagaimana Malaysia, atau hanya sebelah mata. Percayalah, bangsa ini akan maju hanya dengan belajar dan belajar. Malaysia telah membuktikannya.

No comments: