Tuesday, April 15, 2008

Ini Indonesia Bung!

Mahalnya beras dan kelangkaan minyak tanah, tak mengusik hidup Abdullah (72) yang akrab disapa Pak Abdul. Sebab, warga Kampung Cibarani, Desa Karangnunggal, Cirinten, Banten, ini memang sudah beberapa bulan terakhir ‘’putus hubungan’’ dengan kedua komoditas itu. Tepatnya setelah harga beras dan minyak tanah membubung tinggi sehingga menjadi barang mewah buatnya.


‘’Sekarang kita mah pake kayu bakar dan makan singkong bae,’’ katanya sambil asyik menganyam kulit bambu untuk dibuat besek. Untuk membakar kayu, tak perlu minyak tanah. Cukup memakai dedaunan kering yang gampang dijumpai di kampungnya. Memang agak lama, tapi Pak Abdul sudah biasa menikmati kesusahan.

Istri, menantu, dan cucu Pak Abdul juga mulai terbiasa melawan kerasnya hidup. Mereka mewarisi ilmu anyam si kakek yang masih cukup gesit itu.

Spirit keluarga Pak Abdul tak lepas dari gemblengan Ustadz Dulhani, da’i Dewan Da’wah yang berdinas di perbatasan Badui Dalam. Dulhani berpesan agar jamaah pandai-pandai berkelit dari peliknya kehidupan. Baik tantangan alam maupun kebijaksanaan ‘’Jakarta’’ yang seringkali tidak masuk dalam hitungan hidup warga terpencil seperti warga Cibarani.

Maka ketika pemerintah memaksa rakyat beralih dari minyak tanah ke gas elpiji, Dulhani mengajak warga Cibarani beralih ke kayu bakar dan dedaunan kering. Sebab, kompor gas dan elpiji masih menjadi makhluk asing di Karangnunggal yang terpencil.

‘’Kalau pake kayu bakar nggak boleh karena dianggep balakan liar, ya kita bakar ranting dan daun kering. Kalau itu juga nggak boleh, ya kita bakar gubug kita,’’ tutur Pak Abdul sambil terkekeh geli. Menertawakan nasibnya sendiri.

Abdullah sekeluarga, bertahun-tahun memang hidup di gubug berdinding bambu. Mereka juga memperoleh penghasilan pas-pasan dari kerajinan tangan menganyam kulit bambu. Tapi, tentu saja pilihan pada bambu ini bukanlah agar mudah dibakar sewaktu-waktu.

Tapi, kalau tahu, tempe, beras, minyak tanah, sudah jadi barang mewah, suatu saat nanti mungkin Pak Abdul memang harus menjadikan gubugnya sebagai bahan bakar. Who knows. Ini Indonesia, Bung! (Pane Fakhri)

No comments: