Tuesday, December 19, 2006

Kelu Ismail Ratuloli


“Berangkatlah demi tugas agama. Setelah urusan selesai segeralah pulang”, pesan Khadijah Alwan (35) pada suaminya. Wanita itu tengah mengandung tujuh bulan calon bayinya pertama. Mendapat ijin istri tercinta, Ismail Ratuloli (33) ringan melangkah meninggalkan desanya di Kelubagolit, Flores Timur. Dibenak Ismail, amanah kurban dari Tebar Hewan Kurban (THK) mesti segera ditunaikan.

THK tahun 2005 itu Ismil dapat tugas yang jauh. Dengan waktu hampir sebulan ia harus menyampaikan kurban di 3 kabupaten. Ngada, Manggarai, dan Ende. Namun seiring kebahagiaan Ismail yang segera dianugerahi anak, ujian datang menyesakkan. Dua minggu di lapangan ia terima kabar tak enak dari kampungnya. Kala itu ia sedang persiapan THK di Desa Mbai, Aesesa, Ngada. Khadijah terkena malaria yang menyebabkan suhu badannya tinggi. Di ujung telepon dengan suara lirih Khadijah berpesan, “Tidak apa-apa saya masih kuat. Kalau tugas selesai segeralah pulang”.

Ismail cukup tenang. Dua hari ia coba bertahan. Besoknya Ismail coba menghubungi istrinya di rumah. Telepon tidak terhubung mungkin cucaca buruk yang menyebabkan telepon satelit di rumah tak hidup. Semalaman calon bapak ini tak jenak tidur. Pikirannya gelisah khawatir nasib calon jabang bayi. Setelah pagi menjelang, ia coba kembali menghubungi istrinya. Ismail lega, telepon tersambung. Tetapi kabar makin buruk.

“Kalau sudah selesai cepatlah pulang, yang penting selesaikan dulu amanah dan tugas”, hanya kalimat itu yang didengar Ismail dari istrinya. Kali ini suara sang istri amat lemah. Ismail paham akan keteguhan Khadijah yang selalu mendukung aktivitas dakwah dan kemanusiaannya. Namun kali ini Ismail merasa kondisi istri sangat darurat. Setelah bermusyawarah dengan team THK di Ngada, Ismail ijin pulang menengok istri.

Sayang, di perjalanan kapal yang ditumpangi Ismail terhadang badai. Butuh waktu semalam menunggu badai reda. Sesampai di Larantuka, Ismail ganti perahu kecil yang biasa dipakai nelayan cari ikan. Ia nekat menerobos badai. Suara sang istri amat mengiang memanggil dirinya. Sepanjang jalan Ismail gundah. Setelah menempuh waktu dua hari perjalanan sampai juga ia disamping sang istri.

Suhu badan Khadijah makin tinggi. Badannya lemah sudah. Beberapa kali ia tak sadarkan diri. Pulau tempat Ismil tinggal terpecil dan juh dari rumah sakit. Untuk membawa Khadijah ke rumah sakit, harus dibawa pakai perahu kecil menuju Larantuka. Jika cuaca baik perjalanan ke sana memakan waktu tiga jam. Tetapi hari itu badai makin ganas. Tidak mungkin Khadijah dibawa ke rumah sakit. Dengan berbagai upaya dan doa, Ismail berusaha agar Khadijah bertahan hingga badai reda. Dua hari sudah di rumah dalam kecemasan.

Setelah badai tak lagi ganas, dengan perahu nelayan Ismail membawa istrinya ke rumah sakit. Bak disambar petir Ismail mendengar kabar dari dokter yang menangani Khadijah. Janin yang dikandung Khadijah meninggal. Suami istri itupun berduka. Anak yang sudah tujuh tahun dinanti-nanti pergi. Menurut saran pihak rumah sakit, perlu waktu seminggu untuk memulihkan kesehatan Khadijah. Dan dalam duka yang menyelimuti hati mereka, Khadijah berbisik pada suaminya.

“Berangkatlah kembali. Selesaikan tugas dan amanah jangan sampai mengecewakan amanah orang”. Ismail terpaku. Pedih batinnya. Benar memang yang dikatakan istrinya. Untuk prosesi THK ada berbagai syarat yang wajib dipenuhi. Terutama laporan untuk pekurban. Di pulau-pulau sasaran THK, Ismail nyaris tak mungkin mendelegasikan tugas itu. Sulit mecari orang bisa menulis, juga langka mencari orang yang bisa memfoto karena begitu tertinggalnya komunitas masyarakat itu.

Dengan segudang duka dan pedihnya, Ismail tinggalkan istri di rumah sakit menuju Ngada dan kabupaten lainnya di NTT. Amanah THK pun selesai dijalankan dengan berbagai sedu sedan yang dialami Ismail. Apakah ujian itu berhenti? Ternyata belum. Pada THK Januari 2006, Isamil kembali diuji berat. Sekali lagi ia kehilangan calon bayinya yang kedua bertepatan saat ia menunaikan tugas THK. Terlebih Khadijah Alwan, kerinduannya pada jabang bayi pupus sudah.

“Kedua anak saya meninggal saat hari raya kurban. Untuk membesarkan hati, saya selalu ingat Nabi Ibrahim yang mengorbankan Ismail. Mungkin inilah kurban yang harus saya tunaikan”, kata Ismail berkaca-kaca. Semoga THK tahun ini, Allah menganugerahi Ismail Ratuloli seorang anak kembali.

No comments: